Kata Febri 7/10
Sebagai seri keenam dari waralaba horor populer, mencoba menghidupkan kembali formula klasiknya setelah absen selama 14 tahun, namun sayangnya gagal memberikan sesuatu yang segar atau memuaskan. Film ini terasa seperti langkah mundur yang lelet, berulang, dan kehilangan pesona yang membuat film-film pendahulunya begitu ikonik. Tidak sesuai ekspetasi dan hype yang terlalu dibesar-besarkan.
Pertama, alur cerita terasa dipaksakan dan kurang inovatif. Meskipun premis “warisan kutukan kematian” yang melibatkan garis keturunan keluarga terdengar menjanjikan, eksekusinya terasa datar dan penuh dengan klise. Narasi terasa berputar-putar, dipenuhi eksposisi yang membingungkan tentang “warisan kutukan” yang tidak pernah dijelaskan dengan memuaskan. Subplot drama keluarga, yang seharusnya menjadi inti emosional, malah terasa seperti pengisi waktu yang klise, dengan dialog yang kadang kaku dan berlebihan melodramatis.
Adegann kematian, yang seharusnya menjadi daya tarik utama waralaba ini, juga mengecewakan. Meskipun beberapa di antaranya, seperti adegan MRI, menunjukkan kreativitas namun sepertinya itu saja yang menjadi point di film ini, bandingkan dengan seri sebelumnya yang banyak menjadikan trauma, belum lagi cara kematian yang begitu tricky. Proses menebak-nebak dari mana datangnya sumber bahaya juga tidak detail seperti pendahulinya.
Secara keseluruhan, Film ini gagal memenuhi ekspektasi sebagai kebangkitan waralaba yang telah lama dinanti. Alih-alih menghadirkan teror yang cerdas dan mendebarkan seperti pendahulunya, film ini terjebak dalam formula usang, efek visual yang mengecewakan, dan narasi yang tidak mampu membangun keterikatan emosional. Untuk penggemar setia seperti saya tetap wajib nonton dan ada sedikit nostalgia, tetapi untuk penonton baru atau mereka yang mengharapkan sesuatu yang revolusioner, film ini lebih terasa seperti antiklimaks yang berdarah-darah namun kosong.
Intinya saya kecewa di tengah tetesan darah dan ledakan yang berlebihan.
Oia ada nasehat dari JB yang menarik yakni ketika menasihati karakternya, bahwa alih-alih menghabiskan waktu dengan terus-menerus lari, bukankah sebaiknya waktu itu dimanfaatkan untuk menikmati hidup sebaik-baiknya?
Sinopsis :
Pada tahun 1968, Iris (Brec Bassinger) dan kekasihnya, Paul (Max Lloyd-Jones), terjebak dalam kecelakaan mematikan di atas menara pencakar langit. Alih-alih hanya firasat yang Iris dapatkan sebagaimana adegan pembuka film-film sebelumnya, tragedi tersebut adalah mimpi buruk yang selama dua bulan terakhir dialami Stefani (Kaitlyn Santa Juana). Barulah Stefani sadar bahwa gadis dalam mimpinya adalah sang nenek (Gabrielle Rose) yang kini hidup sendirian mengasingkan diri dan dianggap gila oleh keluarganya