Review : Panor (2025)

Kata Febri 7/10

Atau juga dikenal sebagai Art of the Devil: Beginning, adalah prequel yang memukau dari franchise horor Thailand legendaris Art of the Devil. Disutradarai oleh Putipong Saisikaew, film ini membawa ke akar gelap sihir hitam Thailand melalui kisah Panor (Cherprang Areekul), seorang gadis desa yang terlahir di tengah ritual kuno dan dikutuk sebagai pembawa sial. Dengan perpaduan horor psikologis, drama emosional, dan efek gore yang mengerikan namun memukau.

Sebagai prequel, Panor tidak melanjutkan cerita Art of the Devil secara langsung, tapi menjelaskan asal-usul kutukan Panor yang menjadi inti konflik di film-film sebelumnya. Ini membuatnya sempurna baik untuk penonton baru maupun penggemar lama yang ingin memahami akar mitologi sihir hitam dalam seri ini. Koneksi ke film sebelumnya hadir dalam simbol-simbol okultisme dan tema balas dendam, tapi Panor lebih menonjolkan sisi emosional dan psikologis, membuatnya terasa lebih dalam.

Walaupun demikian, alur cerita Panor terkadang terasa lambat dan kurang fokus, dengan beberapa karakter yang muncul dan menghilang tanpa penjelasan memadai. Selain itu, meskipun film ini memiliki durasi 123 menit, pengembangan karakter pendukung dirasa kurang mendalam, sehingga mengurangi dampak emosional dari beberapa adegan kunci.

 

Sinopsis :

Mengisahkan asal-usul Panor (Cherprang Areekul), seorang gadis muda yang terlahir di tengah ritual sihir hitam yang mengerikan. Sejak bayi, Panor dicap sebagai pembawa sial, diasingkan, dan ditakuti oleh penduduk desa yang meyakini setiap musibah, kematian misterius, kegagalan panen, hingga serangan gaib adalah ulah kutukan yang melekat padanya. Terperangkap dalam stigma dan tekanan, Panor berjuang mencari identitasnya di tengah cemoohan dan ketakutan. Namun, ketika serangkaian peristiwa mengerikan mengungkap rahasia kelam di balik kelahirannya, Panor mulai menyadari bahwa kutukan itu bukan hanya beban, tetapi juga kekuatan gelap yang membara di dalam dirinya. Bersama seorang sahabat setia (Jackrin Kungwankiatichai) dan dihadapkan pada permusuhan dari tokoh desa yang licik (Chalita Suansane), Panor terjerumus ke dalam dunia sihir hitam yang penuh darah, pengkhianatan, dan ritual terlarang.

 

 

Berita terkait

Review : Frankenstein (2025)

Film Camp Sineas Jatim 2025, “Next Level Storytelling” yang Menyalakan Semangat Baru Perfilman Jawa Timur

Review : Guillermo del Toro’s Cabinet of Curiosities (2022)

Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda, menampilkan konten yang relevan, serta menganalisis lalu lintas situs. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie sesuai dengan kebijakan privasi kami. Read More