Kata Febri 8/10
Yang bikin betah sih karena pemerannya cakep-cakep. Tentu saja karena mayoritas adalah wajah-wajah segar dari dunia idol dan modeling Thailand yang jarang tampil di layar lebar. Korranid Laosubinprasoet sebagai Jin adalah bintangnya, dia bukan pahlawan klise yang polos, tapi gadis tangguh yang perlahan terungkap punya sisi gelap, membuat dinamika bully-bullying terasa nyata dan kompleks. Nichapalak Thongkham sebagai Bussaba, dari senyum sinisnya sebagai pembully hidup hingga wujud hantu yang mengerikan dengan makeup efek CGI yang licin (rambut gondrong ala The Grudge tapi dengan twist voli), penampilannya bikin kita muak sekaligus kasihan. Veerinsara Tangkitsuvanich sebagai Hong menonjol sebagai sidekick yang punya kedalaman emosional, sensitif, cerdas, dan sering jadi korban favorit Bussaba, membuat karakternya terasa lebih dari sekadar umpan kematian. Pemeran pendukung seperti Tarisa Preechatangkit (eks BNK48) dan Ramita Rattanapakdee juga solid, meski durasi film yang padat membuat mereka kurang dieksplorasi. Secara keseluruhan, para aktris muda ini membawa energi remaja autentik, campuran kerentanan dan kekerasan yang bikin horornya terasa relatable.
Di balik gore dan hantu, Attack 13 punya cerita tajam soal isu sosial. Bullying digambarkan sebagai siklus vicious yaitu korban hari ini bisa jadi pelaku besok, didorong oleh pengabaian orang tua, guru cabul, dan tekanan media sosial yang abadi. Film ini menjelaskan secara halus soal karma di Thailand, roh Bussaba bukan monster murni, tapi korban sistem yang gagal, membuat kita bertanya, siapa yang sebenarnya bersalah? Twist akhirnya (double twist, bahkan) membalikkan narasi, menambahkan lapisan abu-abu yang bikin film ini lebih dari sekadar “revenge ghost story”.
Entah kenapa saya diending malah nangkep ada fetish tentang BDSM di film ini.
Bussaba adalah jantung film ini. Dari awal, karakternya digambarkan sebagai domme alami, dia extort uang (financial domination), pukul-pukul fisik (impact play ala spanking, tapi lebih brutal), dan bahkan hampir traffic satu anggota tim ke prostitusi (power exchange yang ekstrem). Nichapalak Thongkham mainkan peran ini dengan karisma femdom yang mematikan, senyum sinisnya saat korban merangkak, atau saat dia paksa seseorang bersihkan kotoran dari sepatunya (foor worship twisted).
Hong (Veerinsara Tangkitsuvanich), adalah Masokisme Lesbian , Hong bukan “korban polos”. Dia mencari rasa sakit karena itu satu-satunya bahasa cinta yang dia pahami. Saat Bussaba memukulnya di depan tim, Hong tersenyum tipis, bukan karena gila, tapi karena itu momen intim paling dekat yang pernah dia dapat. Veerinsara mainkan ini lewat micro-expression,bibir gemetar, mata berbinar, napas tersengal. Penonton tahu: ini bukan Stockholm syndrome, ini masokisme yang sadar diri.
Sinopsis :
Jin (Korranid Laosubinprasoet), siswi baru yang penuh semangat tapi nekat. Dia bergabung dengan tim voli sekolah dan langsung bentrok dengan kapten tim, Bussaba (Nichapalak Thongkham), seorang pembully kejam yang tak segan memeras, memukul, bahkan hampir menjual rekan timnya ke prostitusi. Saat Bussaba ditemukan tewas tergantung di jaring basket gym (suicide? Atau ada yang lain?), horor sebenarnya baru dimulai. Rohnya bangkit, haus balas dendam, dan tim voli termasuk Jin dan teman-temannya seperti Hong (Veerinsara Tangkitsuvanich) yang sensitif harus berjuang melawan arwah jahat ini sambil mengungkap rahasia gelap di balik kematiannya. Ayah Bussaba dan seorang dukun misterius ikut campur, menambahkan lapisan mistis yang bikin cerita ini terasa autentik Thailand, di mana karma dan roh penunggu bukan dongeng, tapi kenyataan.