KATAMEREKA: JAKARTA, Kisah Gregorius Ronald Tannur dan kasus kematian Dini Sera kembali menghangat, namun kali ini sorotan beralih pada sosok yang selama ini berada di balik layar yakni Lisa Rachmat, pengacara kondang yang kini harus menelan pil pahit. Dalam drama persidangan yang penuh intrik, palu hakim akhirnya diketuk, menjatuhkan vonis 11 tahun penjara bagi Lisa.
Siapa sangka, di balik tumpukan berkas dan argumen hukum yang dingin, tersimpan kisah suap yang mengoyak integritas peradilan. Lisa Rachmat, sosok yang seharusnya menjunjung tinggi keadilan, justru terbukti secara sah dan meyakinkan “memainkan” tangan-tangan hakim Pengadilan Negeri Surabaya. Tujuannya tak lain adalah untuk mengamankan vonis bebas bagi kliennya, Ronald, dalam kasus kematian Dini Sera. Sebuah praktik kotor yang kini terkuak di hadapan publik.
Pada Rabu (18/6/2025) yang lalu, suasana di Pengadilan Tipikor Jakarta begitu mencekam. Ketua Majelis Hakim Rosihan Juhriah Rangkuti, dengan suara lantang, membacakan amar putusan yang membuat napas para hadirin tertahan.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Lisa Rachmat terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi memberi sesuatu kepada hakim untuk mempengaruhi putusan dan melakukan pemufakatan jahat,” tegasnya
Pengacara Lisa Rachmat, divonis 11 tahun penjara
Vonis 11 tahun penjara, disertai denda Rp 750 juta atau ganti 6 bulan kurungan jika tak mampu membayar, adalah harga yang harus dibayar Lisa atas perbuatannya.
Jauh dari tuntutan jaksa yang sebelumnya menuntut 14 tahun penjara dan denda yang sama, namun tetap menjadi pukulan telak bagi sang pengacara.
Kisah Lisa Rachmat menjadi pengingat pahit bahwa tidak ada yang kebal hukum. Sebuah karier yang mungkin gemilang, dengan reputasi yang dibangun bertahun-tahun, kini harus ternoda oleh noda korupsi. Ironisnya, perbuatannya ini justru terungkap saat ia berusaha “menyelamatkan” kliennya dari jerat hukum.
Kasus ini menjadi cerminan bahwa integritas adalah harga mati dalam profesi hukum. Ketika kode etik tergerus oleh godaan materi, bukan hanya nama baik yang dipertaruhkan, tetapi juga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Semoga kasus Lisa Rachmat ini menjadi pelajaran berharga bagi siapa pun yang berkecimpung di dunia hukum, bahwa keadilan sejati tidak bisa dibeli dengan uang, melainkan ditegakkan dengan kejujuran dan keberanian.
Bagaimana menurut Anda, apakah putusan ini sudah mencerminkan keadilan bagi semua pihak?