KATAMEREKA- SURABAYA, Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sedang moncer. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada Triwulan II 2025, ekonomi Jatim tumbuh 5,23 persen, lebih tinggi dari capaian nasional di angka 5,12 persen. Namun, di balik angka yang menggembirakan itu, sektor pangan dan pertanian justru jalan di tempat.
Itulah yang menjadi sorotan Komisi B DPRD Jawa Timur saat membedah Rancangan Perubahan APBD (P-APBD) 2025 dalam Rapat Paripurna Pembicaraan Tingkat I, pada Selasa (2/9/2025) kemarin. Melalui juru bicaranya, Wiwin Sumrambah, Komisi B menilai alokasi anggaran untuk organisasi perangkat daerah (OPD) mitra masih terlalu kecil, hanya Rp1,68 triliun atau sekitar 5,1 persen dari total P-APBD.
“Kenaikan 9,48 persen dari APBD murni memang ada, tapi itu belum cukup untuk memperkuat fondasi ekonomi daerah, terutama dalam mendukung swasembada pangan,” tegas Wiwin.
Padahal, berdasarkan data atas dasar harga berlaku (ADHB), sektor-sektor di bawah naungan OPD mitra Komisi B menyumbang besar bagi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim, yakni mencapai 66,95 persen. Ironisnya, pertumbuhan pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya 0,50 persen.
Wiwin menilai rendahnya kinerja sektor pangan bukan karena lemahnya semangat masyarakat, melainkan akibat serapan anggaran yang buruk dan minimnya tenaga ahli di dinas teknis. “Banyak dinas masih kekurangan SDM profesional yang memahami pertanian modern dan budidaya inovatif,” ujarnya.
Komisi B juga menyoroti pola klasik dalam pengelolaan APBD: belanja menumpuk di akhir tahun. Sejumlah dinas mitra seperti Dinas Perkebunan, Dinas Peternakan, Dinas Koperasi dan UKM, hingga Dinas Kelautan dan Perikanan tercatat baru membelanjakan kurang dari 50 persen anggaran hingga pertengahan tahun.
“Kalau pola ini dibiarkan, output pembangunan tidak akan optimal. Kita butuh langkah nyata, bukan hanya laporan rutin,” tambah Wiwin.
Menurut Komisi B, keberhasilan Jatim sebagai produsen komoditas pangan strategis nasional lebih banyak ditopang oleh kemandirian petani, bukan intervensi pemerintah. Karena itu, DPRD mendesak pemerintah provinsi untuk lebih serius dalam memperkuat ketahanan pangan melalui kebijakan afirmatif dan alokasi anggaran yang adil.
“Kalau Jawa Timur ingin betul-betul jadi lumbung pangan nasional, jangan biarkan masyarakat berjuang sendirian. Intervensi anggaran harus diarahkan agar petani dan pelaku usaha pangan bisa naik kelas,” tegas Wiwin.
Komisi B pun mendorong agar program swasembada pangan tidak hanya jadi jargon, tetapi benar-benar menjadi prioritas pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat Jawa Timur.