KATAMEREKA: BUDURAN, Musibah runtuhnya bangunan musala Pondok Pesantren Al-Khoziny di Buduran, Sidoarjo, mengguncang Jawa Timur. Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak turun langsung ke lokasi untuk memantau proses evakuasi santri yang masih tertimbun di balik puing bangunan.
Hingga laporan terakhir, tercatat tiga santri meninggal dunia dalam tragedi ini. Sementara itu, tim SAR gabungan masih terus berjibaku mencari korban lain yang diduga terjebak. Emil menegaskan, proses penyelamatan tidak boleh berhenti sampai seluruh korban ditemukan.
“Tentu ini pekerjaan fisik, energi enggak bisa dibohongi. Personel yang sudah terlalu lama bergerak di dalam harus segera ditarik karena ketajaman kognitifnya juga harus dijaga,” ujarnya. Ia menambahkan, tantangan terbesar tim di lapangan adalah kondisi reruntuhan yang masih tidak stabil. “Satu gerakan saja bisa memicu pergerakan puing. Itu yang harus diantisipasi dengan sangat hati-hati,” tambahnya.
Sementara itu, Pemerintah Kota Surabaya bergerak cepat mengirim bantuan. Satu unit mobil Heavy Duty Rescue (HRD) lengkap dengan 19 jenis peralatan canggih, mulai dari kamera penyusup hingga life detector, dikerahkan ke lokasi. Berkat dukungan alat tersebut, tim berhasil menemukan dua santri, Yusuf dan Haikal, dari balik reruntuhan.
Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Surabaya, Laksita Rini Sevriani, menjelaskan bahwa tim langsung berangkat setelah mendapat izin dari Wali Kota Eri Cahyadi. “Kami tahu masih ada santri yang terjebak. Karena itu, tim dan alat dipertahankan di lokasi agar proses evakuasi maksimal,” katanya.
BPBD Surabaya juga menambah kekuatan dengan mengirim satu pleton tim rescue lengkap dengan perlengkapan vital seperti helm safety, alat pemotong besi, mesin penyangga hidrolis, lampu, hingga jack hammer. Kepala BPBD Surabaya, Irvan Widyanto, menegaskan peralatan itu sangat penting untuk menghadapi struktur bangunan yang rapuh dan berisiko roboh susulan.
Diperkirakan masih ada tujuh santri lain yang terjebak di bawah reruntuhan. Tim gabungan terus berpacu dengan waktu, menembus puing demi puing, dengan harapan bisa menyelamatkan lebih banyak korban.