Pemkab Sidoarjo Siapkan Mitigasi Baru Bersama ITS Atasi Banjir Menahun di Tanggulangin

KATAMEREKA: SIDOARJO Setiap kali musim hujan datang, warga Desa Kedungbanteng dan beberapa desa di Kecamatan Tanggulangin seperti sudah tahu skenarionya yakni air akan masuk, menggenang, lalu… tak kunjung pergi. Bukan sehari, bukan dua hari tapi kadang berminggu-minggu. Banjir yang ‘betah’ ini bahkan seperti punya karakter sendiri, berbeda dengan kawasan lain di Sidoarjo.

Di balik genangan panjang itu, ada masalah yang tak kalah serius yaitu penurunan tanah (land subsidence). Permukaan tanah makin turun dari tahun ke tahun, sementara volume air hujan makin meningkat. Kombinasi keduanya membuat kawasan ini tak hanya tergenang, tapi juga makin rentan.

Bupati Sidoarjo Subandi menyadari betul bahwa persoalan ini tak bisa ditangani dengan cara-cara lama. “Selama ini kita sudah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi banjir di sana. Ke depan, kita akan menggandeng tim ahli dari ITS untuk melakukan mitigasi dan assessment,” ujarnya.

Bupati sudah menginstruksikan timnya agar segera berkomunikasi dengan para pakar. Jika sesuai rencana, minggu depan tim ITS akan turun langsung ke lokasi, mengukur, menganalisa, dan memetakan faktor penyebab banjir yang tak kunjung surut itu.

Hasil kajian ini nantinya menjadi dasar langkah besar berikutnya adalah apakah perlu dilakukan peninggian permukaan tanah, rekayasa drainase baru, atau pilihan teknis lainnya.

Subandi memberi satu contoh konkret yakni pembangunan SMPN 2 Tanggulangin yang sudah dinaikkan, namun tetap saja kebanjiran. Artinya, proyek fisik tanpa kajian teknis yang akurat berisiko mubazir.

Bupati Sidoarjo Subandi saat meninjau lokasi banjir disejumlah kawasan

“Yang penting, semua harus dilakukan dengan benar-benar diukur dan cermat. Supaya tidak kerja dua kali,” tegasnya.

Selain peninggian tanah, Pemkab juga tengah mempertimbangkan pembangunan embung sebagai penampung air hujan. Bukan hanya di Tanggulangin, tapi juga di Kecamatan Waru dengan lahan sekitar 12 hektar, serta rencana embung tambahan di wilayah Sidoarjo Kota.

Namun lagi-lagi, Subandi mengingatkan bahwa embung bukan solusi instan. Jika dibangun tanpa analisa hidrologi yang tepat, manfaatnya bisa tak maksimal. “Kita ingin pembangunan embung betul-betul bermanfaat untuk pengendalian banjir,” jelasnya.

Sidoarjo menengok contoh keberhasilan Surabaya dalam pengendalian banjir. Di kota tetangga itu, penanganan air dilakukan melalui sistem drainase terintegrasi dengan cara normalisasi sungai, pelebaran saluran, pembangunan rumah pompa dan perencanaan tata ruang yang disiplin.

Pendekatan itulah yang ingin diadaptasi, tentu dengan penyesuaian kondisi geologi Tanggulangin yang unik karena land subsidence.

Dengan hadirnya tim ahli ITS, Pemkab Sidoarjo berharap penanganan banjir di Kedungbanteng dan desa-desa sekitarnya tak lagi sekadar reaktif, tapi menjadi strategi mitigasi bencana jangka panjang. Langkah yang disiapkan bukan hanya mengalirkan air, tapi juga memahami bagaimana tanah bergerak, bagaimana air mengalir, dan bagaimana keduanya bisa dikelola secara ilmiah.

Karena bagi warga Tanggulangin, musim hujan tidak seharusnya menjadi musim cemas. Dan kali ini, Sidoarjo berniat memastikan air tidak lagi betah lama-lama di rumah mereka.

Berita terkait

Di Balik Palu dan Paku, KPK Temukan Senjata Api di Kantor Kontraktor Proyek Monumen Reog

Aksi Pencurian Kabel PJU Makin Gila, Surabaya Luncurkan Program Bonus untuk Pelapor

Surabaya Buka Posko Peduli Bencana, Gerak Cepat Bantu Korban Banjir dan Longsor di Sumatera

Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda, menampilkan konten yang relevan, serta menganalisis lalu lintas situs. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie sesuai dengan kebijakan privasi kami. Read More