Mie Gacoan Terus Berinovasi di Tengah Tantangan Hukum dan Pasar: Bayar Royalti Musik hingga Kuasai Generasi Z

Oleh Sifa

KATA MEREKA: SURABAYA, Perjalanan Mie Gacoan di tahun 2025 tidak hanya diwarnai oleh antrean panjang yang fenomenal, tetapi juga oleh berbagai tantangan, mulai dari isu hukum hingga inovasi menu. Jaringan restoran mie pedas yang digandrungi generasi muda ini menunjukkan adaptabilitasnya dengan menyelesaikan kasus hak cipta dan terus memperluas dominasi pasarnya.

Salah satu isu besar yang dihadapi Mie Gacoan di awal tahun ini adalah sengketa royalti musik. Setelah serangkaian mediasi, PT Mitra Bali Sukses (MBS), pemegang lisensi merek Mie Gacoan, akhirnya mencapai kesepakatan damai dengan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI).

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, yang turut menyaksikan penandatanganan perjanjian perdamaian pada 8 Agustus 2025, menekankan pentingnya momen ini. “Isi perjanjiannya adalah PT MBS telah memenuhi kewajiban membayar royalti. Buktinya sudah ada, pelunasan hasil perdamaian,” ungkap Supratman. Ia menambahkan bahwa perdamaian ini menjadi contoh positif bagi para pelaku usaha lain untuk menghargai kekayaan intelektual (HAKI). “Ini adalah kemenangan bagi permusikan Indonesia.”

Kesepakatan ini mengakhiri kasus yang sempat membuat beberapa gerai Mie Gacoan di Bali tidak memutar musik. Setelah pembayaran royalti sebesar Rp 2,2 miliar, musik pun kembali diputar, dan suasana ramai khas Gacoan pun pulih. Manajer operasional salah satu gerai di Bali, Made Kertajaya, mengakui, “Suasana di gerai sempat terasa sepi tanpa musik. Dengan adanya kesepakatan ini, kami bisa kembali menyajikan pengalaman yang utuh bagi pelanggan.”

Meskipun menghadapi isu hukum, popularitas Mie Gacoan tidak surut. Sebaliknya, mereka terus memperkuat posisinya sebagai ikon kuliner bagi Generasi Z. Menurut laporan dari sebuah studi mengenai preferensi mahasiswa, Mie Gacoan unggul dalam beberapa aspek:

– Harga Terjangkau: Dengan harga menu mulai dari Rp10.000-an, Mie Gacoan tetap menjadi pilihan utama bagi mahasiswa dan pelajar.

– Inovasi Nama Menu: Pergantian nama menu dari “Mie Setan” dan “Mie Iblis” menjadi “Mie Hompimpa” dan “Mie Gacoan” berhasil menjaga daya tarik tanpa menimbulkan kontroversi.

– Desain Gerai Kekinian: Konsep outlet yang modern dan “instagramable” memenuhi kebutuhan Gen Z yang gemar berbagi pengalaman kuliner di media sosial.

“Mie Gacoan telah berhasil mengubah makan menjadi sebuah pengalaman dan identitas sosial,” kata Marisa Agustina, seorang pengamat tren kuliner. “Fenomena antrean panjangnya bukan hanya karena rasa, tapi juga karena faktor ‘FOMO’ (Fear of Missing Out) yang kuat di kalangan anak muda. Mereka tidak hanya makan, tapi juga ingin menjadi bagian dari tren tersebut.”

Mie Gacoan juga aktif dalam memanfaatkan berbagai acara dan platform. Mereka berpartisipasi di berbagai event besar, seperti Jakarta Fair (PRJ) 2025 dan berbagai event yang diadakan di daerah lainnya, untuk memperluas jangkauan pasar. Selain itu, promosi melalui aplikasi ojek online (ojol) seperti GoFood, ShopeeFood, dan GrabFood terus digalakkan, terutama dengan adanya promo-promo menarik saat momen spesial seperti perayaan kemerdekaan.

Dengan strategi yang matang dan respons yang cepat terhadap tantangan, Mie Gacoan membuktikan bahwa mereka lebih dari sekadar “mie pedas viral.” Mereka adalah contoh brand lokal yang mampu berkembang pesat dengan memahami betul karakter dan kebutuhan konsumen utamanya.

Anda mungkin juga menyukai

Tinggalkan Komentar

POWERED BY

Kata mereka Media interaktif citizen journalism

sebagai cover bothside dalam perubahan

ekonomi politik bisnis lebih baik bersama

komunitas.

Community :

Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda, menampilkan konten yang relevan, serta menganalisis lalu lintas situs. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie sesuai dengan kebijakan privasi kami. Accept Read More