Kata Febri 7/10
Bayangkan terperangkap dalam lingkaran waktu yang tak berujung, di mana setiap pagi adalah pengulangan mimpi buruk yang sama, serangan rumah, pengkhianatan, dan pertarungan sengit untuk menyelamatkan umat manusia. Itulah inti cerita dari film ini.
Plotnya dibangun seperti puzzle yang terurai secara bertahap, dengan elemen-elemen seperti medan listrik 20.000 volt, gas sianida, dan robot penjaga Torus yang muncul di loop-loop selanjutnya. Ini bukan sekadar time loop biasa; ARQ mengeksplorasi bagaimana pengetahuan dari iterasi sebelumnya memengaruhi aliansi dan pengkhianatan, sambil menyentuh tema lebih dalam seperti penyesalan romantis dan etika teknologi di tengah krisis global.
Berbeda dari Edge of Tomorrow yang bombastis, ARQ membuktikan bahwa sci-fi berkualitas bisa dibuat dengan satu lokasi saja. Selain aksi, film ini menyentuh isu aktual seperti krisis energi, korupsi korporasi (Torus sebagai metafora Big Oil), dan dinamika hubungan yang rusak oleh trauma. Loop waktu menjadi metafora untuk penyesalan dan kesempatan kedua.
Sinopsis :
Di dunia dystopia pasca-apokaliptik yang kekurangan energi, Renton (Robbie Amell), seorang insinyur, dan mantan kekasihnya, Hannah (Rachael Taylor), terjebak dalam loop waktu akibat perangkat eksperimental bernama ARQ—mesin energi tak terbatas yang ia ciptakan. Setiap pagi, mereka terbangun dalam serangan oleh penyusup bertopeng yang menuntut teknologi ini. Terperangkap dalam siklus 3 jam 14 menit, Renton dan Hannah harus mengungkap motif penyerang, memahami rahasia ARQ, dan menghentikan loop untuk menyelamatkan diri dan dunia dari cengkeraman korporasi jahat, Torus, dan pemberontak Bloc. Dengan setiap iterasi, pengkhianatan terkuak, dan keputusan mereka menentukan apakah mereka bisa keluar dari lingkaran waktu ini.