Kata Mereka: Surabaya - Pilkada didepan mata tapi calon tidak ada, itu realita yang terjadi di 43 daerah termasuk kota Surabaya yang hingga hari Selasa (03/09) hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah dalam pilkada 2024.
Lalu bagaimana solusinya ? Idham Holik Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyebutkan ada dua alternatif yang bisa diambil jika kotak kosong menjadi pemenang dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Dua alternatif itu adalah melakukan pemilihan ulang pada tahun berikutnya, atau dipimpin oleh pejabat (PJ) kepala daerah yang ditentukan oleh Pemerintah Pusat.
Idham mengatakan, opsi pertama memberikan kesempatan daerah segera memiliki kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih, tanpa menunggu terlalu lama. "Sebagaimana salah satu tujuan diadakannya pemilihan atau pilkada yaitu aktualisasi kedaulatan pemilih sebagai rakyat dalam memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung," ujarnya.
Sedangkan opsi kedua, pemilihan dilaksanakan sesuai jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan.
Alternatif kedua ini, kata Idham, merujuk pada Pasal 3 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2015 yang menyebut Pilkada dilaksanakan setiap 5 tahun sekali secara serentak. "Alternatif kedua ini juga menegaskan pada mengedepankan desain keserentakan penyelenggaraan pemilihan/pilkada," ucap Idham.
Idham juga menyebut, jika alternatif kedua menjadi pilihan, maka selama waktu menunggu dilaksanakannya pilkada selama 5 tahun mendatang, daerah akan dipimpin oleh penjabat sementara, sebagaimana dijelaskan pada ayat (4) dari pasal tersebut.
Bila merujuk pada dua alternatif yang ditawarkan, artinya bila masyarakat memilih kotak kosong ada peluang bagi Surabaya pada 2025 akan dilakukan pemilu ulang, toh secara hak konstitusi, memilih kotak kosong tidak melanggar Undang-undang.
Apabila kotak kosong benar menjadi pemenang dalam Pemilihan Kepala Daerah kota Surabaya, tentunya ini menjadi angin segar dan merubah alur politik bagi partai politik untuk berpikir ulang guna memilih kader terbaik mereka untuk bisa diajukan dalam kontestasi Pilwali kota Surabaya.
Terlebih dengan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas parlemen dan syarat batas minimal usia calon kepala daerah. Akan kian memudahkan parpol untuk memilah dan memilih kader terbaiknya.
Disisi lain, Pakar hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, langsung menepis pernyataan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Idham Holik tersebut, bahwa pilkada ulang yang diselenggarakan lantaran menangnya kotak kosong pada Pilkada 2024 baru digelar pada 2029.
Menurut Titi, pilkada ulang itu dapat dilakukan pada tahun depan yakni 2025, hal ini mengacu pada Pasal 54D Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (UU Pilkada).
"Ketika keserentakan pilkada nasional sudah berlangsung pada 2024, maka untuk pilkada calon tunggal kalau kotak kosong yang menang, pilkada akan diulang kembali di tahun berikutnya sesuai bunyi Pasal 54D ayat (3) UU Pilkada yang normanya sudah sangat terang-benderang," terang Titi.
"Desain pilkada serentak nasional sudah terselenggara (pada 2024), maka tidak mungkin pilkada baru diulang pada pilkada 5 tahun mendatang," lanjut dia.
Maka, menjadi tak masuk akal jika pilkada ulang dijadwalkan pada 2029, sedangkan pada rentang 2024-2029 daerah yang pilkadanya dimenangkan oleh kotak kosong justru dijabat oleh seorang penjabat (pj) kepala daerah- jabatan yang tidak definitif.
"Hal itu bertentangan dengan semangat tata kelola pemerintahan yang baik dan tujuan adanya pilkada untuk mendapatkan kepemimpinan daerah yang definitif," terang Titi. (Red)
Comments