KATA MEREKA: SURABAYA, Sejumlah awak media mengalami kejadian kurang mengenakkan dari jajaran Polrestabes Surabaya pada selasa 12 November 2024. Ketika para guru dari SMA Kristen Gloria 2 dipanggil sebagai saksi terkait insiden keributan yang terjadi pada 20 Oktober lalu di Polrestabes, sejumlah wartawan yang ingin meliput justru dihadang oleh petugas.
Mereka tidak hanya dilarang untuk mengambil gambar, tetapi juga diminta untuk menghapus dokumentasi yang telah mereka ambil. Salah satu reporter, Achmad Ali dari BTV, mengalami langsung penghadangan ini saat berusaha melakukan siaran langsung di area Polrestabes.
Dengan nada geram, Ali menceritakan bagaimana ia dihalangi oleh Kasi Humas Polrestabes, AKP Rina Shanti Dewi, saat mencoba memulai siaran.
“Begitu saya mulai live, langsung dihalangi. Tidak hanya itu, saya juga dilarang mengambil gambar,” ungkap Ali
Ali bukan satu-satunya yang merasakan perlakuan tersebut. Jurnalis lain, termasuk Dewi dari JTV, juga mengalami hal serupa. Ali mengungkapkan bahwa foto-foto yang diambil di depan kantor SPKT dipaksa untuk dihapus, dan situasi ini sangat mengejutkan.
"Rekan kami Dewi dari JTV diminta menghapus gambarnya," tambah Ali, menunjukkan betapa seriusnya situasi yang dihadapi oleh para jurnalis. Heri Wicaksono, wartawan dari media online Seputar Indonesia, juga mengonfirmasi perlakuan yang tidak biasa ini.
Ia mengutip pernyataan AKP Rina Shanti Dewi yang menyebut larangan tersebut sebagai "kebijakan atasan," yang mengharuskan peliputan hanya dilakukan jika ada rilis pers resmi.
Di tengah kontroversi ini, kuasa hukum SMA Kristen Gloria 2, Sudiman Sidabukke, menegaskan bahwa pihaknya hadir dengan sikap terbuka dan kooperatif. Tiga guru dan satu kepala sekolah yang diperiksa sebagai saksi menjelaskan apa yang mereka lihat dan alami tanpa ada rekayasa.
Meskipun demikian, Tindakan Polrestabes Surabaya menimbulkan banyak pertanyaan di benak para awak media dan masyarakat.
Apa motivasi di balik langkah-langkah yang diambil oleh pihak kepolisian. Apakah tindakan ini benar-benar untuk menjaga ketertiban atau justru untuk menutupi fakta-fakta yang seharusnya diketahui publik? Pembatasan semacam ini dapat dilihat sebagai upaya untuk mengendalikan informasi dan mengurangi pengawasan publik terhadap proses hukum yang sedang berlangsung.
Comments