Kata Mereka: Surabaya - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang bersih-bersih di Jawa Timur dan menetapkan empat anggota DPRD Provinsi Jawa Timur sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah tahun 2022.
Kasus tersebut merupakan pengembangan dari perkara yang sebelumnya yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jawa Timur periode 2019-2024 Sahat Tua P. Simandjuntak (STPS) dkk.
Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Rabu (10/7), menyatakan “dari Anggota DPRD ada 4.” Terangnya.
Alex enggan membeberkan identitas para tersangka baru tersebut. Namun sebelumnya, KPK sempat mencegah empat orang pimpinan DPRD Provinsi Jawa Timur untuk bepergian ke luar negeri mulai dari 3 Februari hingga 3 Agustus 2023.
Mereka ialah Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024 Kusnadi serta tiga Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019-2024 atas nama Anik Maslachah, Anwar Sadad dan Achmad Iskandar.
“ Adapun serangkaian penggeledahan di Jawa Timur pada rabu (10/7) yang dilakukan tim penyidik KPK merupakan salah satu giat di penyidikan untuk melengkapi alat bukti," kata Alex.
Alex belum bisa mengkonfirmasi atau membuka data terkait nama 12 anggota DPRD Provinsi Jawa Timur yang menjadi tersangka dan diduga ikut main dalam kasus tersebut.
Salah satu target penggeledahan KPK adalah rumah milik anggota DPRD Jawa Timur, Mahfud yang berada di Bangkalan. Mahfud merupakan anggota DPRD Jatim dari Dapil Jatim XIV (Madura).
Dihubungi secara terpisah Ketua DPC PDIP Banglalan, Fathurrahman membenarkan adanya penggeledahan di rumah salah satu kadernya. "Iya betul ada, tapi bukan OTT hanya penggeledahan," terangnya.
Fathurrahman menjelaskan bahwa KPK juga menyita dua handphone dan uang tunai pecahan Rp 20 ribu senilai Rp 300 juta. Menurutnya, uang ratusan juta itu milik pribadi untuk persiapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.
Fyi Pada Selasa, 26 September 2023, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis sembilan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan kepada Sahat.
Tindak pidana tersebut dilakukan Sahat bersama-sama dengan staf ahlinya, Rusdi Kepala Desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang sekaligus Koordinator Kelompok Masyarakat/Pokmas, Abdul Hamid; dan Ilham Wahyudi.
Politikus Partai Golkar itu juga dibebani uang pengganti sebesar Rp39,5 miliar paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Apabila tak mampu membayar uang pengganti dalam batas waktu tersebut, maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa. Namun, apabila harta bendanya tidak mencukupi untuk menutupi uang pengganti, maka akan diganti dengan pidana empat tahun penjara.
Vonis tersebut lebih ringan daripada tuntutan jaksa KPK yang ingin Sahat dihukum dengan pidana 12 tahun penjara.(Red)
Comments