Perwakilan SMPN 7 Sodorkan Uang Damai, Orang Tua Malven Meradang

Oleh ANB - Citizen Journalist

Duka mendalam masih menyelimuti dunia pendidikan di Mojokerto pasca tragedi outing class Mojokerto yang merenggut empat nyawa siswa SMPN 7 Mojokerto di Pantai Drini, Gunungkidul. Alih-alih pengalaman menyenangkan, kegiatan berubah menjadi mimpi buruk. Lebih menyayat hati, keluarga korban justru mendapat kunjungan dari pihak sekolah yang menyodorkan surat pernyataan damai, yang kemudian dirobek oleh Istiqomah, ibu mendiang Malven Yusuf Aditya (13), sebagai bentuk penolakan atas tindakan tidak empatik di tengah duka mereka.

Penolakan Tegas Surat Pernyataan Damai di Tengah Duka

Narasi kepedihan terus berlanjut pasca insiden berdarah di Pantai Drini. Belum usai duka yang menyelimuti, sebuah video beredar menunjukkan Ibu Istiqomah, orang tua dari Malven Yusuf Aditya, dengan penuh emosi merobek kertas yang disodorkan wali kelas anaknya. Kertas tersebut diduga berisi permintaan damai dan pelepasan tanggung jawab dari pihak sekolah. “Kami masih berduka, belum waktunya bicara damai,” ujar Istiqomah, menggambarkan betapa dalamnya luka yang dirasakan keluarganya. Surat yang diberikan pada H+1 tragedi atau pada hari Selasa itu dinilai sebagai upaya cuci tangan dan tidak menunjukkan empati sedikit pun.

Kejanggalan Prosedur dan Firasat yang Diabaikan

Istiqomah mengungkapkan sejumlah kejanggalan yang terjadi sebelum kegiatan. Ia mengaku sudah tidak memberikan izin kepada anaknya untuk mengikuti tragedi outing class Mojokerto tersebut karena dilanda firasat buruk dan kondisi cuaca ekstrem yang telah diprediksi. Biaya kegiatan yang mencapai Rp 500.000 juga menjadi pertimbangan. Namun, kekhawatiran orang tua ini seolah ditutup mata oleh pihak sekolah yang bersikukuh untuk melanjutkan acara. Pertanyaan besar pun muncul: mengapa outing class tetap dipaksakan saat peringatan cuaca buruk? Apakah pihak sekolah tidak memiliki standar operasional prosedur (SOP) keselamatan yang memadai?

Minimnya Informasi dan Pertanggungjawaban Dana

Selain sikap defensif dengan surat perdamaian, keluarga korban juga mengeluhkan minimnya informasi yang diberikan sekolah mengenai kronologi kejadian yang sebenarnya. Guru-guru yang datang melayat hanya menyampaikan belasungkawa tanpa memberikan penjelasan detail dan transparan tentang bagaimana musibah itu bisa terjadi. Pertanyaan lain yang juga mencuat adalah soal pertanggungjawaban dana outing class yang tidak murah. Ke mana alokasi dana Rp 500.000 per siswa tersebut? Seharusnya, dana yang terkumpul dapat dialokasikan untuk fasilitas keamanan, alat keselamatan, dan pengawasan yang memadai untuk mencegah hal ini terjadi.

Tuntutan Keadilan dan Evaluasi Menyeluruh

Tragedi ini jelas bukan sekadar kecelakaan biasa, tetapi menunjukkan indikasi kuat kelalaian dari pihak penyelenggara. Siapa yang bertanggung jawab atas keselamatan siswa selama kegiatan di luar sekolah? Tragedi outing class SMPN 7 Mojokerto harus menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pemangku kepentingan di dunia pendidikan Indonesia. Evaluasi menyeluruh terhadap prosedur dan pengawasan kegiatan outing class harus segera dilakukan. Keadilan bagi keempat korban harus ditegakkan, dan pihak yang lalai wajib mendapatkan sanksi yang setimpal. Ini menyangkut nyawa, masa depan keluarga, dan kredibilitas sistem pendidikan nasional. Jangan sampai ada lagi korban berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai

Tinggalkan Komentar

POWERED BY

Kata mereka Media interaktif citizen journalism

sebagai cover bothside dalam perubahan

ekonomi politik bisnis lebih baik bersama

komunitas.

Community :

Kami menggunakan cookie untuk meningkatkan pengalaman Anda, menampilkan konten yang relevan, serta menganalisis lalu lintas situs. Dengan melanjutkan penggunaan situs ini, Anda menyetujui penggunaan cookie sesuai dengan kebijakan privasi kami. Accept Read More